Laman

Kamis, 24 November 2011

Krisis Motivasinya “Sang Guru”



Hari Guru Nasional, masihkah menggemakan semangat sejarahnya? Dari 2.791.204 orang, terdapat 806.313 guru atau sekitar 29 persen dengan  gelar Guru Tidak Tetap (GTT). Bukan jumlah yang sedikit, sebagai aktor dalam pendidikan nasional.
Sudah lama honor minimum GTT diusulkan. Namun, mentok dengan berbagai alasan. Keberadaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum banyak membantu. Batasan maksimum 20 persen dari BOS untuk honor tidak banyak mendongkrak penghasilan GTT. Karena jatah tersebut juga diperuntukkan bagi kegiatan PNS, baik untuk lembur maupun kinerja tambahan yang sah sesuai peraturan. Jika PNS menikmati kenaikan gaji beserta rapel, maka GTT tak sepeserpun bisa menikmatinya.

Kilas Balik
Berawal dari Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912 yang berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada tahun 1932. Perubahan nama ini mencerminkan semangat kebangsaan Indonesia. Tampaknya, Belanda pun semakin gusar melihatnya. Kata “Indonesia” ini, tidak mereka senangi, tapi sangat didambakan oleh guru-guru dan bangsa Indonesia.
Berbeda di zaman penjajahan Jepang, semua organisasi dilarang, sekolah ditutup dan PGI pun tidak dapat melakukan aktivitasnya kembali. Hal ini tidak membuat mereka jera, Kongres Guru Indonesia pun digelar pada tanggal 24-25 November di Surakarta. Segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku dihapuskan. Akhirnya tanggal 25 November 1945, tetap 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan, terbentuklah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Dengan Keputusan Presiden Nomor 78 tahun 1994, ditetapkanlah hari lahir PGRI sebagai Hari Guru Nasional.
Sejarah pendirian PGRI ini penuh dengan semangat perjuangan dan pengabdian kepada Negara Repubik Indonesia. Dari generasi ke generasi semangat itu masih terus menyala untuk memberikan pendidikan dan pengajaran bagi anak negeri. Guru merupakan aktor dalam pelaksana konstitusi. Jika dulu semangat persatuan sangat kental, kini mulai muncul permasalahan baru yang cenderung pada krisis motivasi. Dampaknya, kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan juga masih kurang.
Krisis Motivasi
Harus diakui, bahwa kemajuan dibidang pendidikan sebagian besar tergantung  kemampuan guru. Namun, realitas di sekolah-sekolah, terutama didaerah-daerah, pihak pimpinan sekolah justru direpotkan oleh masalah guru, ketimbang persoalan peningkatan mutu dan pengembangan sekolahnya.
Kualitas pendidikan Indonesia, sebagian besar tergantung pada sejumlah 2.791.204 orang. Jumlah ini adalah jumlah guru dari jenjang TK hingga SMK di Indonesia. Guru mempunyai peran ganda, yaitu pendidik dan pengajar. Dalam melaksanakan perannya, mereka harus punya motivasi yang kuat untuk mencetak generasi gemilang.
Penurunan gairah dan kemauan guru mengajar akan berdampak terhadap hasil pendidikan, hal ini akibat dari dampak krisis ekonomi, krisis politik, krisis 
kepercayaan yang melanda sejak 1997 lalu, yang hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda pulih.
Reformasi juga telah menggeliatkan guru melalui demonstrasi besar-besaran menuntut pemerintah agar memperbaiki nasib dan kesejahteraan  guru, namun pemerintah lebih banyak diam ketimbang memperhatikan aspirasi guru. Sikap kurang tanggapnya pihak-pihak  terkait terhadap nasib tentu akan mendorong timbulnya krisis motivasi guru mengajar.

Penghargaan yang layak
Berdasarkan data dari Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guru di Indonesia dari TK sampai SMA, baik yang negeri maupun swasta berjumlah 2.791.204 orang. Dengan status PNS berjumlah 1.498.356 (54 persen), status GTT berjumlah 806.313 (29 persen), status GTY berjumlah 258.262 (9 persen), status PNS DPK berjumlah 134.220 (5 persen), status Guru Honda berjumlah 65.096 (2 persen), status PNS Depag berjumlah 11.585 (0,4 persen), dan status Guru Bantu berjumlah 17.372 (0,6 persen).
Keberadaan GTT ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Peran mereka sangat besar dalam mencerdaskan bangsa. Alih alih mendapatkan gaji yang sepadan,  dari tahun ke tahun gaji mereka malah kian menurun. Bahkan, mereka terancam digeser dengan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai kontrak. Dari segi kesejahteraan, kondisi mereka memang memprihatinkan.
Lebih jauh lagi, keberadaan mereka tidak memiliki payung hukum yang jelas. Kepala Sekolah lah yang menjadi ‘bos’ dengan sistem kontrak yang dibuatnya. Keberadaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pun, belum banyak membantu. Batasan maksimum 20 persen dari BOS untuk honor tidak banyak mendongkrak penghasilan GTT. Karena jatah tersebut juga diperuntukkan bagi kegiatan PNS, baik untuk lembur maupun kinerja tambahan yang sah sesuai peraturan.
Sebagai contoh, berdasarkan data Dewan Koordinator Honorer Se Indonesia (DKHI) Kota Surabaya, gaji GTT dan PTT di Surabaya hanya mengalami kenaikan pada tahun 2005-2006. Kemudian tahun 2007 sampai sekarang. Rata-rata gaji GTT dan PTT di Surabaya sekarang ini antara Rp 300 ribu sampai Rp 650 ribu setiap bulannya.
Pertanyaannya adalah, bagaimana bisa optimal dalam memberikan pengajaran, jika kesejahteraan yang merupakan kebutuhan dasar mereka pun masih sukar untuk dicukupi. Tidak mengherankan jika Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melorot. Dalam laporan United Nation Development Program (UNDP), pada tahun 2010 IPM Indonesia berada di peringkat 108, dan pada tahun ini melorot ke peringkat 124. Salah satu potret buram bagi pendidikan Indonesia.
Penghargaan yang layak bagi keberadaan GTT ini adalah hal yang mendesak. Mereka adalah bagian dari aktor pelaksana amanat konstitusi, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.   Selain itu, mereka juga mempunyai kesempatan yang sama dalam berkompetisi serta penghargaan yang sama pula terhadap kontribusi dan karyanya.
Dalam pasal 28D ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan, “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja”. Sudah saatnya, pemerintah harus memberikan penghargaan yang adil bagi guru, khususnya Guru Tanpa Status (GTT). Momentum Hari Guru Nasional, bukan lagi sebagai rutinitas tahunan tanpa perubahan konkret. Harus ada peningkatan kesejahteraan,  demi kemajuan pendidikan nasional.

Sabtu, 12 November 2011

Tahapan Penciptaan Manusia



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
 ١٢. وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ
 ١٣. ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَّكِينٍ
 ١٤. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani/nutfah (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). [selama empat puluh hari, atau empat puluh malam, dalam riwayat lain empat puluh dua malam atau empat puluh lima malam] Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah /'alaqah (zigot) [dalam empat puluh hari berikutnya,,] lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging/ mudlghah, [dalam empat puluh hari berikutnya,] dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS Al mu’minuun 12-14 dan Al Hadits Shahih Bukhari 6900; Shahih Bukhari 3085).
Mujahid mengemukakan min shulaalatin, berarti dari mani anak cucu Adam, “ Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa, dari Nabi shollollohu ‘alayhi wasallam “sesungguhnya Alloh menciptakan Adam dari satu genggaman tanah yang digenggamnya dari seluruh permukaan bumi. Kemudian anak-anak Adam datang sesuai dengan kadar warna tanah. Diantara mereka ada yang merah, putih, hitam dan perpaduan antara warna-warni tersebut, ada yang lembut dan ada yang kasar (keras), ada yang jahat dan ada juga yang baik, atau diantara keduanya” [ HR Abu Dawud dan At Tirmidzi, hasan shahih]
'Ketika nuthfah[1] telah berusia empat puluh dua malam, maka Allah akan mengutus satu malaikat mendatangi nuthfah tersebut. Kemudian Allah akan membentuk tubuhnya, menciptakan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan juga tulangnya. Setelah itu, malaikat tersebut akan bertanya; 'Ya Tuhan, apakah janin yang berada dalam rahim ini laki-laki ataukah perempuan? ' Maka Allah, Tuhanmu, akan menentukan menurut kehendak-Nya. Kemudian malaikat pun mencatatnya. Setelah itu, malaikat tersebut akan bertanya lagi; Ya Tuhan, bagaimana halnya dengan ajal janin ini? ' Lalu Allah akan menentukan ajalnya menurut kehendak-Nya. Maka, setelah itu, malaikat pun akan mencatatnya. Kemudian malaikat tersebut akan bertanya lagi; 'Ya Tuhan, bagaimanakah halnya dengan rezekinya? ' Lalu Allah, Tuhanmu, akan menentukan rezekinya menurut kehendak-Nya. Setelah itu, malaikat pun akan mencatatnya. Kemudian malaikat tersebut keluar dengan membawa selembar catatan yang berada di tangannya -tanpa menambah ataupun mengurangi- apa telah diperintahkan Allah untuk mencatatnya. [Shahih Muslim 4783]
"Sesungguhnya malaikat akan mendatangi nuthfah yang telah menetap dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima malam seraya berkata; 'Ya Tuhanku, apakah nantinya ia ini sengsara atau bahagia? ' Maka ditetapkanlah (salah satu dari) keduanya. Kemudian malaikat itu bertanya lagi; 'Ya Tuhanku, apakah nanti ia ini laki-laki ataukah perempuan? ' Maka ditetapkanlah antara salah satu dari keduanya, ditetapkan pula amalnya, umurnya, ajalnya, dan rezekinya. Setelah itu catatan ketetapan itu dilipat tanpa ditambah ataupun dikurangi lagi." [Shahih Muslim 4782]
“penciptaan salah seorang diantara kalian dihimpun dalam perut ibunya selama empat puluh hari, atau empat puluh malam, kemudian menjadi segumpal darah dalam empat puluh hari berikutnya, kemudian menjadi segumpal daging dalam empat puluh hari berikutnya, kemudian Allah mengutus malaikat kepadanya dan memerintahkan untuk menetapkan empat kalimat (empat hal); tentang rejekinya, ajalnya, amalnya, sengsara ataukah bahagia. Kemudian Allah meniupkan ruh padanya, sungguh ada salah seorang diantara kalian yang melakukan amalan-amalan penghuni surga hingga tak ada jarak antara dia dan surga selain sehasta, namun kemudian takdir telah mendahului dia, lantas ia pun melakukan amalan penghuni neraka dan akhirnya masuk neraka. Dan sungguh ada salah seorang diantara kalian yang melakukan amalan penghuni neraka, hingga tak ada jarak antara dia dan neraka selain sehasta, namun kemudian takdir mendahuluinya, lantas ia pun mengamalkan amalan penghuni surga sehingga ia memasukinya." [Shahih Bukhari 6900]


“Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). selama empat puluh hari, atau empat puluh malam,...... “

0-4 Minggu (0-28hari)
Pada minggu-minggu awal ini, janin Anda memiliki panjang tubuh kurang lebih 2 mm. Perkembangannya juga ditandai dengan munculnya cikal bakal otak, sumsum tulang belakang yang masih sederhana, dan tanda-tanda wajah yang akan terbentuk.
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah dalam empat puluh hari berikutnya, ...... “

4-8 Minggu (28-56hari)
Ketika usia kehamilan mulai mencapai usia 6 minggu (42 hari), jantung janin mulai berdetak, dan semua organ tubuh lainnya mulai terbentuk. Muncul tulang-tulang wajah, mata, jari kaki, dan tangan

“lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dalam empat puluh hari berikutnya, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,... “
maksudnya : kami (Alloh) berikan bentuk yang memiliki kepala, dua tangan, dua kaki, dengan tulang-tulangnya, urat, dan otot-ototnya.

8-12 Minggu(56-84hari)
Saat memasuki minggu-minggu ini, organ-organ tubuh utama janin telah terbentuk. Kepalanya berukuran lebih besar daripada badannya, sehingga dapat menampung otak yang terus berkembang dengan pesat. Ia juga telah memiliki dagu, hidung, dan kelopak mata yang jelas. Di dalam rahim, janin mulai diliputi cairan ketuban dan dapat melakukan aktifitas seperti menendang dengan lembut. Organ-organ tubuh utama janin kini telah terbentuk.


12-16 Minggu(84-112hari)
Paru-paru janin mulai berkembang dan detak jantungnya dapat didengar melalui alat ultrasonografi (USG). Wajahnya mulai dapat membentuk ekspresi tertentu dan mulai tumbuh alis dan bulu mata. Kini ia dapat memutar kepalanya dan membuka mulut. Rambutnya mulai tumbuh kasar dan berwarna.

“lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.... “
Kami tiupkan ruh ke dalamnya, sehingga dia pun bergerak dan menjadi makhluk lain yang mempunyai pendengaran, pengetahuan, gerakan dan goncangan.
16-20 Minggu(112-140hari)
Ia mulai dapat bereaksi terhadap suara ibunya. Akar-akar gigi tetap telah muncul di belakang gigi susu. Tubuhnya ditutupi rambut halus yang disebut lanugo. Si kecil kini mulai lebih teratur dan terkoordinasi. Ia bisa mengisap jempol dan bereaksi terhadap suara ibunya. Ujung-ujung indera pengecap mulai berkembang dan bisa membedakan rasa manis dan pahit dan sidik jarinya mulai nampak.

20-24 Minggu(140-168hari)
Pada saat ini, ternyata besar tubuh si kecil sudah sebanding dengan badannya. Alat kelaminnya mulai terbentuk, cuping hidungnya terbuka, dan ia mulai melakukan gerakan pernapasan. Pusat-pusat tulangnya pun mulai mengeras. Selain itu, kini ia mulai memiliki waktu-waktu tertentu untuk tidur.

24-28 Minggu(168-196hari)
Di bawah kulit, lemak sudah mulai menumpuk, sedangkan di kulit kepalanya rambut mulai bertumbuhan, kelopak matanya membuka, dan otaknya mulai
aktif. Ia dapat mendengar sekarang, baik suara dari dalam maupun dari luar (lingkungan). Ia dapat mengenali suara ibunya dan detak jantungnya bertambah cepat jika ibunya berbicara. Atau boleh dikatakan bahwa pada saat ini merupakan masa-masa bagi sang janin mulai mempersiapkan diri menghadapi hari kelahirannya.

28-32 Minggu(196-224hari)
Walaupun gerakannya sudah mulai terbatas karena beratnya yang semakin bertambah, namun matanya sudah mulai bisa berkedip bila melihat cahaya melalui dinding perut ibunya. Kepalanya sudah mengarah ke bawah. Paru-parunya belum sempurna, namun jika saat ini ia terlahir ke dunia, si kecil kemungkinan besar telah dapat bertahan hidup.

36 Minggu(252hari)
Kepalanya telah berada pada rongga panggul, seolah-olah "mempersiapkan diri" bagi kelahirannya ke dunia. Ia kerap berlatih bernapas, mengisap, dan menelan. Rambut-rambut halus di sekujur tubuhnya telah menghilang. Ususnya terisi mekonium (tinja pada bayi baru lahir) yang biasanya akan dikeluarkan dua hari setelah ia lahir. Saat ini persalinan sudah amat dekat dan bisa terjadi kapan saja.



[1] Nutfah : air yang memancar yang keluar dari tulang rusuk yang berada di tulang punggung laki-laki dan  tulang dada wanita yang berada di antara tulang selangka dan pusar, sehingga menjadi segumpal darah merah yang memanjang. Ikrimah mengatakan yaitu “ darah”

Dari Kelahiran Sampai Nikah Rosulullah saw



Kelahiran Nabi SAW

Usia Abd’l-Muttalib sudah hampir mencapai tujuhpuluh tahun atau lebih tatkala Abrahah mencoba menyerang Mekah dan menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah anaknya sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan. Pilihan Abd’l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb bin Abd Manaf bin Zuhra, – pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat.

Pada hari perkawinan Abdullah dengan Aminah itu, Abd’l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia dengan dia. Abdullah dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd’l-Muttalib.

Beberapa saat setelah perkawinan, Abdullahpun pergi dalam suatu usaha perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam keadaan hamil. Dalam perjalanannya itu Abdullah tinggal selama beberapa bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza dan kembali lagi. Kemudian ia singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita sakit di tempat saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih dulu meninggalkan dia.

Abd’l-Muttalibmengutus Harith – anaknya yang sulung – ke Medinah, supaya membawa kembali bila ia sudah sembuh. Tetapi sesampainya di Medinah ia mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah. Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abd’l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya.Peninggalan Abdullah sesudah wafat terdiri dari lima ekor unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan, yaitu Umm Ayman – yang kemudian menjadi pengasuh Nabi. Boleh jadi peninggalan serupa itu bukan berarti suatu tanda kekayaan; tapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan.

Aminah melahirkan beberapa bulan kemudian. Selesai bersalin dikirimnya berita kepada Abd’l Muttalib di Ka’bah, bahwa ia melahirkan seorang anak laki-laki. Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira sekali hatinya karena ternyata pengganti anaknya sudah ada. Cepat-cepat ia menemui menantunya itu, diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka’bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal.

Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, beberapa ahli berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun Gajah pada tanggal duabelas Rabiul Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain. Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd’l-Muttalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. “Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi,” jawab Abd’l Muttalib.

Masa Kecil Nabi SAW

Sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab di Mekah bahwa anak yang baru lahir disusukan kepadakepada salah seorang Keluarga Sa’d. Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya, Abu Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah yang juga kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah saudara susuan. Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan.

Akhirnya datang juga wanita-wanita Keluarga Sa’d yang akan menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang akan mereka susukan. Akan tetapi mereka menghindari anak-anak yatim, karena mereka mengharapkan upah yang lebih. Sedang dari anak-anak yatim sedikit sekali yang dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di antara mereka itu tak ada yang mau mendatangi Muhammad. Salah seorang dari mereka, Halimah bint Abi-Dhua’ib, ternyata tidak mendapat bayi lain sebagai gantinya. Setelah mereka akan meninggalkan Mekah, Halimah memutuskan untuk mengambil Muhammad. Dia bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya. Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh Halimah dan diasuh oleh Syaima’, puterinya. Udara sahara dan kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan badannya.

Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih, Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena kehendak ibunya, kata sebuah keterangan, dan keterangan lain mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali supaya lebih matang, juga memang dikuatirkan dari adanya serangan wabah Mekah. Dua tahun lagi anak itu tinggal di sahara, menikmati udara pedalaman yang jernih dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.

Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni, bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa’d itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada ibu-bapanya: “Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil di balik-balikan.” Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai diri dan suaminya ia berkata: “Lalu saya pergi dengan ayahnya ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami tanyakan: “Kenapa kau, nak?” Dia menjawab: “Aku didatangi oleh dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu aku apa yang mereka cari.”

Keluarga itu kemudian ketakutan, kalau-kalau terjadi sesuatu pada anak itu. Sesudah itu, dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Atas peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah kenabiannya. Dalam riwayat yang diceritakan Ibn Ishaq, dikatakan bahwa sebab dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua malaikat itu, melainkan ada beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya belakang anak itu, lalu mereka berkata: “Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami. Anak ini akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui keadaannya.” Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri dari mereka dengan membawa anak itu.

Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan yang indah sekali dan kekal dalam jiwanya. Demikian juga Ibu Halimah dan keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang dan hormat selama hidupnya itu. Penduduk daerah itu pernah mengalami suatu masa paceklik sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta Khadijah berupa unta yang dimuati air dan empat puluh ekor kambing. Dan setiap dia datang dibentangkannya pakaiannya yang paling berharga untuk tempat duduk Ibu Halimah sebagai tanda penghormatan. Ketika Syaima, puterinya berada di bawah tawanan bersama-sama pihak Hawazin setelah Ta’if dikepung, kemudian dibawa kepada Muhammad, ia segera mengenalnya. Ia dihormati dan dikembalikan kepada keluarganya sesuai dengan keinginan wanita itu.

Kemudian Abd’l-Muttalib yang bertindak mengasuh cucunya itu. Ia memeliharanya sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih-sayangnya kepada cucu ini. Biasanya buat orang tua itu – pemimpin seluruh Quraisy dan pemimpin Mekah – diletakkannya hamparan tempat dia duduk di bawah naungan Ka’bah, dan anak-anaknya lalu duduk pula sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada orang tua. Tetapi apabila Muhammad yang datang maka didudukkannya ia di sampingnya diatas hamparan itu sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Melihat betapa besarnya rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak mau membiarkannya di belakang dari tempat mereka duduk itu.

Kematian Ibunda

Ketika Nabi berusia 6 tahun, Aminah membawanya ke Medinah untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya dari pihak Keluarga Najjar. Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan ayahnya dulu. Sesampai mereka di Medinah kepada anak itu diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah yang pertama kali ia merasakan sebagai anak yatim. Dan barangkali juga ibunya pernah menceritakan dengan panjang lebar tentang ayah tercinta itu, yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak ibu.

Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Medinah, Aminah bersama rombongan kembali pulang dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Tetapi di tengah perjalanan, ketika mereka sampai di Abwa’,2 ibunda Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan dikuburkan pula di tempat itu. Anak itu oleh Umm Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang menangis dengan hati yang pilu, sebatang kara. Ia makin merasa kehilangan; sudah ditakdirkan menjadi anak yatim. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi, makin sedih. Baru beberapa hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka kehilangan Ayahanda semasa ia masih dalam kandungan. Kini ia melihat sendiri dihadapannya, ibu pergi untuk tidak kembali lagi, seperti ayah dulu. Tubuh yang masih kecil itu kini dibiarkan memikul beban hidup yang berat, sebagai yatim-piatu. Lebih-lebih lagi kecintaan Abd’l-Muttalib kepadanya. Tetapi sungguhpun begitu, kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu itu bekasnya masih mendalam sekali dalam jiwanya sehingga di dalam Qur’anpun disebutkan, ketika Allah mengingatkan Nabi akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya itu: “Bukankah engkau dalam keadaan yatim-piatu? Lalu diadakanNya orang yang akan melindungimu? Dan menemukan kau kehilangan pedoman, lalu ditunjukkanNya jalan itu?” (Qur’an, 93: 6-7)

Nabi kemudian di bawah asuhan kakeknya, Abd’l-Muttalib. Tetapi orang tua itu juga meninggal tak lama kemudian, dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia, sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.

Bersama Abu Talib

Kemudian pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau Abd’l-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu Talib. Abu Talib mencintai kemenakannya itu sama seperti Abd’l-Muttalib juga. Karena kecintaannya itu ia mendahulukan kemenakan daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang lebih menarik hati pamannya.

Perjalanan Pertama Ke Syam

Ketika usia Nabi baru duabelas tahun, ia turut dalam rombongan kafilah dagang bersama Abu Talib ke negeri Syam. Diceritakan, bahwa dalam perjalanan inilah ia bertemu dengan rahib Bahira, dan bahwa rahib itu telah melihat tanda-tanda kenabian padanya sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Rahib itu menasehatkan keluarganya supaya jangan terlampau dalam memasuki daerah Syam, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadap dia.

Dalam perjalanan itulah, Nabiyullah mendapat pengalaman dan wawasan yang berguna. Beliau dapat melihat luasnya padang pasir, menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya daerah-daerah Madyan, Wadit’l-Qura serta peninggalan bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dsegala cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman tentang bangunan-bangunan itu, tentang sejarahnya masa lampau. Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun yang lebat dengan buab-buahan yang sudah masak, yang akan membuat ia lupa akan kebun-kebun di Ta’if serta segala cerita orang tentang itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya dengan dataran pasir yang gersang dan gunung-gunung tandus di sekeliling Mekah itu. Di Syam Muhammad mengetahui berita-berita tentang Kerajaan Rumawi dan agama Kristennya, didengarnya berita tentang Kitab Suci mereka serta oposisi Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya menghadapi perang dengan Persia. Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan otak, tinjauan yang begitu dalam, ingatan yang cukup kuat, serta segala sifat-sifat semacam itu yang diberikan Allah kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya. Ia melihat ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya kepada diri sendiri: Di manakah kebenaran dari semua itu?

Masa Remaja Nabi SAW

Muhammad yang tinggal dengan pamannya, menerima apa adanya. Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusia dia. Bila tiba bulan-bulan suci, kadang ia tinggal di Mekah dengan keluarga, kadang pergi bersama mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dengan ‘Ukaz, Majanna dan Dhu’l-Majaz, mendengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh penyair-penyair Mudhahhabat dan Mu’allaqat, yang melukiskan lagu cinta dan puisi-puisi kebanggaan, melukiskan nenek moyang mereka, peperangan mereka, kemurahan hati dan jasa-jasa mereka. Didengarnya ahli-ahli pidato di antaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara tentang Kitab-kitab Suci Isa dan Musa, dan mengajak kepada kebenaran menurut keyakinan mereka. Dinilainya semua itu dengan hati nuraninya, dilihatnya ini lebih baik daripada paganisma yang telah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi tidak sepenuhnya ia merasa lega.

Dengan demikian sejak muda-belia takdir telah mengantarkannya ke jurusan yang akan membawanya ke suatu saat bersejarah, saat mula pertama datangnya wahyu, tatkala Tuhan memerintahkan ia menyampaikan risalahNya itu. Yakni risalah kebenaran dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Kalau Muhammad sudah mengenal seluk-beluk jalan padang pasir dengan pamannya Abu Talib, sudah mendengar para penyair, ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak dan pidato-pidato dengan keluarganya dulu di pekan sekitar Mekah selama bulan-bulan suci, maka ia juga telah mengenal arti memanggul senjata, ketika ia mendampingi paman-pamannya dalam Perang Fijar.

Perang Fijar

Perang Fijar bermula dari peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Barradz bin Qais dari kabilah Kinana kepada ‘Urwa ar-Rahhal bin ‘Utba dari kabilah Hawazin pada bulan suci yang sebenarnya dilarang untuk berperang. Seorang pedagang, Nu’man bin’l-Mundhir, setiap tahun mengirimkan sebuah kafilah dari Hira ke ‘Ukaz, tidak jauh dari ‘Arafat. Barradz menginginkan membawa kafilah itu ke bawah pengawasan kabilah Kinana. Demikian juga ‘Urwa menginginkan mengiringi kafilah itu. Nu’man memilih ‘Urwa (Hawazin), dan hal ini menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana). Ia kemudian mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya dan mengambil kabilah itu. Maka terjadilah perang antara mereka itu. Perang ini hanya beberapa hari saja setiap tahun, tetapi berlangsung selama empat tahun terus-menerus dan berakhir dengan suatu perdamaian model pedalaman, yaitu yang menderita korban manusia lebih kecil harus membayar ganti sebanyak jumlah kelebihan korban itu kepada pihak lain. Maka dengan demikian Quraisy telah membayar kompensasi sebanyak duapuluh orang Hawazin. Perang fijar ini terjadi ketika Nabi berusia antara limabelas tahun sampai duapuluh tahun.

Beberapa tahun sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang Fijar itu dengan berkata: “Aku mengikutinya bersama dengan paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam perang itu; sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan.”

Perang Fijar itu berlangsung hanya beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat Arab kembali ke pekerjaannya masing-masing. Pahit-getirnya peperangan yang tergores dalam hati mereka tidak akan menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan hiburan sepuas-puasnya

Akan tetapi Nabi telah menjauhi semua itu, dan sejarah cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan karena tidak mampu mencapainya. Mereka yang tinggal di pinggiran Mekah, yang tidak mempunyai mata pencarian, hidup dalam kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu. Jiwa besarnya yang selalu mendambakan kesempurnaan, itu lah yang menyebabkan dia menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan oleh julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya Al-Amin (artinya ‘yang dapat dipercaya’).

Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia berkata: “Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing.” Dan katanya lagi: “Musa diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di Ajyad.” Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk pemikiran dan permenungannya.

Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya. Oleh karena itu, dalam perbuatan dan tingkah-lakunya Muhammad terhindar dari segala penodaan nama yang sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang begitu adanya: Al-Amin. Pada suatu hari ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing ternaknya itu. Tetapi Allah SWT selalu melindunginya, sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia duduk mendengarkan. Lalu tertidur lagi sampai pagi.

Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian kakeknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa yang kuat. sehingga orang dapat mengetahui: bagaimana ia memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin.

Pernikahan Dengan Khadijah ra

Ketika Nabi itu berumur duapuluh lima tahun. Abu Talib mendengar bahwa Khadijah sedang menyiapkan perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam. Abu Talib lalu menghubungi Khadijah untuk mengupah Muhammad untuk menjalankan perdagangannya. Khadijah setuju dengan upah empat ekor unta. Setelah mendapat nasehat paman-pamannya Muhammad pergi dengan Maisara, budak Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir kafilah itupun berangkat menuju Syam, dengan melalui Wadi’l-Qura, Madyan dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang dulu pernah dilalui Muhammad dengan pamannya Abu Talib.

Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah. Setelah kembali di Mekah, Muhammad bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah gembira dan tertarik sekali mendengarkan. sesudah itu, Maisara bercerita juga tentang Muhammad, betapa halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini menambah pengetahuan Khadijah di samping yang sudah diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.

Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia – yang sudah berusia empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy – tertarik juga hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia membicarakan hal itu kepada saudaranya yang perempuan – kata sebuah sumber, atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya – kata sumber lain. Nufaisa pergi menjajagi Muhammad seraya berkata: “Kenapa kau tidak mau kawin?” “Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan,” jawab Muhammad. “Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta, terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?” “Siapa itu?” Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: “Khadijah.” “Dengan cara bagaimana?” tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri berkenan kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi memikirkan soal perkawinan, mengingat Khadijah sudah menolak permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy. Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: “Serahkan hal itu kepadaku,” maka iapun menyatakan persetujuannya.

Tak lama kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri oleh paman-paman Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga Khadijah guna menentukan hari perkawinan. Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah meninggal sebelum Perang Fijar. Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad. Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri dan ibu-bapa, suami-isten yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak, dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya kehilangan anak sebagaimana pernah dialami Muhammad yang telah kehilangan ibu-bapa semasa ia masih kecil.